Selasa, 05 Juli 2011

PROBLEMATIKA BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


PROBLEMATIKA BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

ABSTRAK



Problematika penggunaan bahasa Indonesia dalam era globalisasi dan revolusi iptek mau tidak mau mendorong kita untuk berupaya meningkatkan kemampuan bahasa Indoesia. Di era globalisasi, teknologi informasi berperan sangat penting. Dengan menguasai teknologi dan informasi, kita memiliki modal yang cukup untuk menjadi pemenang dalam persaingan global. Tidak menguasai teknologi informasi berarti identik dengan buta huruf. Pemanfaatan ICT dalam proses pembelajaran oleh guru atau dosen bahasa Indonesia sangatlah baik dan dianjurkan mengingat pentingnya perkembangan bahasa Indonesia dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Seperti kita ketahui bahwa masih banyak yang belum bisa menguasai dan memanfaatkan bahasa Indonesia.  untuk menggapai kriteria baik dan benar sering terbentur oleh tata kalimat, susunan kata, atau bentuk kata tertentu yang memang sulit untuk membedakannya mana yang dianggap memenuhi kaidah penggunaan bahasa


BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

            Dalam dunia pendidikan, keberadaan Sistem informasi dan Komunikasi merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas pendidikan. Sebuah lembaga pendidikan harus memiliki komponen–komponen yang diperlukan untuk menjalankan operasional pendidikan, seperti siswa dan mahasiswa, sarana dan prasarana, struktur organisasi, proses, sumber daya manusia (tenaga pendidik), dan biaya operasi. Sedangkan sistem komunikasi dan informasi terdiri dari komponen–komponen pendukung lembaga pendidikan untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan pihak pengambil keputusan saat melakukan aktivitas pendidikan.
            Problematika yang dihadapi oleh guru bahasa Indonesia dalam era globalisasi sangat erat kaitannya dengan perkembangan ICT. Perkembangan Teknologi informasi dan komunikasi di era globlaisasi saat ini berimplikasi pada pergeseran paradigma dalam sistem pendidikan. Paradigma baru pembelajaran pada era globalisasi memberikan tantangan yang besar bagi guru. Pada era ini dalam melaksanakan profesinya, guru dituntut lebih meningkatkan profesionalitasnya. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang mempersyaratkan keinginan dan kemampuan, baik secara intelektual maupun kondisi fisik yang prima
            Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Menurut Arifin (2000), guru yang profesional dipersyaratkan mempunyai; 1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengeta­huan di era globalisasi, 2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendi-dikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, 3) pengembangan kemampuan profesional berkelanjutan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan
            Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru yang profesional di era globalisasi, yaitu; 1) memiliki kepribadian yang matang dan selalu mengikuti berkembang, 2) penguasaan ilmu yang kuat, 3) keterampilan untuk mem-bangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi, dan 4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang professional
            Apabila syarat-syarat profesionalisme guru tersebut terpenuhi, akan melahirkan profil guru yang kreatif dan dinamis yang dibutuhkan pada era globalisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1999), bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang inovatif. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator


BAB II
PEMBAHASAN


PROBLEMATIKA PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA

Mungkin kita sering mendengar jargon “mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Apakah jargon tersebut salah? Menurut saya tidak juga, tapi yang menjadi permasalahan adalah bagaimana kita selaku pengguna bahasa meralisasikan dan menggunakannya
Kadang-kadang untuk menggapai kriteria baik dan benar sering terbentur oleh tata kalimat, susunan kata, atau bentuk kata tertentu yang memang sulit untuk membedakannya mana yang dianggap memenuhi kaidah penggunaan bahasa. Mungkin untuk memecahkan permasalahnnya ada baiknya menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) atau hanya sekedar melihat pedoman pembentukan bahasa baku Indonesia
Namun tentu saja persoalan tersebut tidak hanya datang dari unsur kesalahan kaidah, terkadang ada kaidah yang memang sudah mendarah daging dan ada kecenderungan sulit untuk menghilangkanya. Misalnya penggunaan kata himbau, saya yakini masih banyak orang Indonesia yang menggunakan kata tersebut, bahkan saya sering  melihat dalam suarat dinas, masih ada juga yang menggunakannya. Padahal jika kita lihat ke dalam kamus, tidak ada tidak akan menemukan kata tersebut karena yang benar adalah kata imbau
Pada bagian ini saya hanya akan membahas berbagai macam problematika  bahasa Indonesia yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari disertai dengan contoh dan pembahasan:

Pertama: Untuk acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan
            Kalimat di atas mungkin tidak begitu asing di telinga kita, kalimat tersebut sering digunakan pembawa acara dalam memandu jalannya suatu acara. Bila dianalisis lebih lanjut, kalimat tersebut tidak mengetengahkan jalan pikiran dengan baik. Permasalahan kekeliruan jalan pikiran atau nalar ini ialah penggunaan kata untuk dan adalah. Mengapa demikian? Menurut norma bahasa, di depan kata adalah harus berupa kata benda atau kata yang dibendakan karena bagian itu akan berfungsi sebagai subjek kalimat. Jadi kata depan untuk harus dibuang. Kata depan untuk sendiri merupakan bentuk kata keterangan yang bermakna menyatakan maksud dan tujuan
            Jika kita mau mempertahankan kata depan untuk digunakan, maka bagian kalimat yang didahuluinya kata depan itu akan berfungsi keterangan. Dengan begitu, perhatian harus ditujukan terhdap kata adalah. Kata atau bagian kalimat yang terletak di belakang adalah akan berfungsi sebagai pelengkap, padahal yang dibutuhkan adalah bagian kalimat yang berfungsi sebagai subjek. Agar sambutan-sambutan bisa berfungsi sebagai subjek maka kata adalah harus diubah, misalnya menjadi akan di sampaikan, akan kami sampaikan
            Jadi kesimpulannya ialah sebagai berikut. Tidak baku : Untuk acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan Baku : Acara selanjutnya adalah sambutan-sambutan Untuk acara selanjutnya akan kami sampaikan sambutan- sambutan

Kedua: Kepada Ka-UU jujarimatika, Bpk Tami Jaka, dipersilakah untuk menyampaikan sambutannya
            Bentuk kata serapan jujarimatika dalam kalimat di atas, berdasarkan KBBI (1993) tidak tepat. Bentuk-bentuk tersebut harus seperti berikut
Kepada Ka-UU jujarimatik, Bpk Tami Jaka, dipersilakah untuk menyampaikan sambutannya
            Bentuk –ika seperti dalam kata serapan jujarimatika, berasal dari bentukan –ics dalam bahasa asal, yaitu bahasa Inggirs. Bagaimana dengan bentuk lainnya? Misalnya kata etika berasal dari ethics, static berasal dari statics, matematika berasal dari mathematics, dan statistika berasal dari statistics. Karena itu, tidaklah tepat, dalam bahasa Indonesia dimunculkan kata jujarimatika yang berarti matematika jari, seharusnya jujarimatik
            Permasalahan muncul ketika bentuk tersebut sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Misalnya sering kita mendengar kata fisika daripada fisik, padahal kata tersebut diambil dari bentuk serapan bahasa Inggris fisics. Dan sepertinya ada rasa kecanggungan menggunakan kata etik daripada etika.

• Kelakuanmu tidak sesuai dengan etik yang ada.
• Kelakuanmu tidak sesuai dengan etika yang ada.

            Bukan hanya bentuk kata tersebut yang sering dipermasalahkan. Penggunaan di media massa dan tingkat akademik khususnya patut dipertanyakan. Kita sering mendengar jurusan matematika daripada jurusan matematik, dan itu dipakai dalam ruang lingkup akademik. Mungkin saja bentuk-bentuk tersebut akan menjadi bahasa baku Indonesia. Siapa yang harus mengalah, bahasa yang dinamis atau bahasa baku Indonesia?

Ketiga: UU Pronografi bisa menjadi bom waktu bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Terbukti dengan munculnya satu provinsi di negeri ini.

            Kedua cara penulisan di atas cukup bersaing dalam penggunanya. Artinya kedua cara itu digunakan dalam kaidah berbahasa. Banyak surat yang kita baca dengan menggunakan penulisan propinsi. Apabila merujuk Pedoman Penulisan Istilah, cara penulisan provinsi tidak tepat. Yang tepat ialah cara penulisan provinsi. Namun sepertinya bahasa berkembang dinamis, timbul penggunaan lain yaitu bentuk propinsi. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam KBBI tahun (1993), menyatakan kedua cara penulisan itu, kedua-duanya betul, hanya yang lebih tepat ialah provinsi. Bentuk kata bersaing lainnya ialah penggunaan kata berbagai dan pelbagai.

Keempat: Warga permukiman liar di perkotaan, memang memiliki keterbatasan dalam pendidikan dan keterampilan, namun mereka unggul, ulet, dan tangguh untuk bertahan hidup.

            Kalimat di atas memang mengetengahkan bentuk tata bahasa gramatikal yang sesuai dengan kaidah yang ada. Tetapi, tidak ada salahnya dikaji lebih jauh, untuk menangkap bentuk problematic yang sering muncul di dmsyarakat. Terutama dalam penggunaan kata permukiman dan perkotaan. Banyak orang yang salah menerapkan konsep tersebut, sehingga munculah kata pemukiman, pedesaan, dan pegunungan. Mengapa bentuk tersebut bisa muncul?

            Penggunaan bentuk kata pemukiman, pedesaan, dan pegunungan tidak baku. Mengapa? Dalam KBBI, pemukiman berarti ‘proses atau tindakan memukimkan’. Bentuk pemukiman sejalan dengan bentuk-bentuk berikut:
Pemindahan berarti ‘proses atau hal memindahkan’
Pemahaman berarti ‘proses atau hal memahami’
Pemaksaan berarti ‘proses atau hal memaksa’
Sedangkan permukiman artinya tempat bermukim.

Kelima: Salah satu masyarakat modern adalah berkembangnya sikap saling ketergantungan antara profesi yang satu dengan yang lainnya.

            Kata saling berfungsi menerangka kata kerja aktif yang mengikutinya, misalnya dalam bentuk saling menuduh, saling memahami, dan saling mengahrgai. Bentuk saling ketergantungan mengetengahkan bentuk tata gramatikal yang kurang baik, mengapa? berikut analisisnya.

Saling : menerangkan kata kerja aktif yang mengikutinya.

Ketergantungan : fungsi imbihan ke-an disini menyatakan bentuk saling, mempengaruhi, saling keterlibatan antara dua subjek yang dibicarakan, dan saling bergantung satu sama lain.
            Oleh karena itu bentuk saling ketergentungan tidaklah tepat, karena maknanya akan berubah menjadi bentuk saling-saling bergantung satu sama lain. Sehingga kalimat tersebut harus diubah menjadi: Salah satu masyarakat modern adalah berkembangnya sikap ketergantungan antara profesi yang satu dengan yang lainnya.
            Kata saling sebaiknya dibuang, karena keta ketergantungan atau imbuhan ke-an sudah menyatakan makna saling bergantung satu sama lain.
Keenam: Karena adanya saling pengertian di kedua belah pihak, maka sengketa tentang kedua pulau tersebut dapat diselesaikan dengan baik.

            Analisis pada kalimat di atas sama halnya dengan analisis kalimat pada nomor lima. Kata saling berfungsi menerangka kata kerja aktif yang mengikutinya, misalnya dalam bentuk saling menuduh, saling memahami, dan saling menghargai.

Saling : menerangkan kata kerja aktif yang mengikutinya.
Pengertian : fungsi imbihan pe-an disini menyatakan bentuk saling, mempengaruhi, saling keterlibatan antara dua subjek yang dibicarakan, dan saling bergantung satu sama lain.

            Oleh karena itu bentuk saling pengertian tidaklah tepat, karena maknanya akan berubah menjadi bentuk saling-saling bergantung satu sama lain. Sehingga kalimat tersebut harus diubah menjadi:
Salah satu masyarakat modern adalah berkembangnya sikap pengertian antara profesi yang satu dengan yang lainnya.

Kata saling sebaiknya dibuang, karena kata pengertian sudah menyatakan makna saling bergantung satu sama lain.

Ketujuh: Mahasiswa tidak mengetahuinya kalau universitas ini nomor satu dalam hal visibilitasnya.

            Adanya enklitik –nya pada kalimat di atas merupakan kesalahan berbahasa yang sering dijumpai. Lihat kata mengetahuinya dan kata visibilitasnya. Bentuk enklitik –nya tersebut mengacu pada satu maksud yang saling bergentungan. –nya pada kata mengetahuinya mengacu pada visibilitas. Sedangkan –nya pada visibilitasnya mengacu pada mahasiswa. Tetapi bentuk tersebut tidaklah efektif, kalimat yang efektif untuk solusinya ialah:
Mahasiswa tidak mengetahui kalau universitas ini nomor satu dalam hal visibilitasnya.

Kedelapan: Kecuali bermain piano, dia juga bernyanyi.

            Kata kecuali merupakan kata depan atau kata penghubung yang menyatakan ‘sesuatu yang tidak termasuk ke dalam sesuatu yang lain’. Karena itu, sering kita mendengarungkapan ‘dikecualikan’ dan ‘pengecualian’. Selain merupakan kata depan atau kata penghubung bermakna sebaliknya dari makna kecuali, yaitu makna penambahan atau penggabaungan. Yang menjadi perosalan ialah sering digunakannya kata kecuali untuk menyetakan makna penambahan atau penggabungan. Maka kalimat diatas seharusnya diubah menjadi :

selain bermain piano, dia juga bernyanyi.



  1. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI ERA GLOBALISASI
            Dalam era globalisasi ini, bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Pembinaan ini paling tepat adalah dalam pembelajaran di sekolah. Sehingga guru bahasa Indonesialah yang sangat berperan penting dalam menjaga dan melesterikan bahasa Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh pengaruh dan budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan (bahkan) tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia. Pengaruh dari luar atau pengaruh asing ini sangat besar kemngkinannya terjadi pada era globalisasi ini. Batas antarnegara yang sudah tidak jelas dan tidak ada lagi, serta pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia. Sudah barang tentu, hal ini semua menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan-aturan yan berlaku dalam bahasa Indonesia dengan memperhatikan siatuasi dan kondisi pemakaiannya. Dengan kata lain, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah sekolah harus menarik dan menyenangkan agar para siswa tidak bosan untuk mengikutinya.
            Pihak pemerintah pun telah membantu secara tidak langsung dalam pelestarian bahasa Indonesia melalui Ujian Nasional. Oleh karena itu pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dalam Rencana Strategis Depertemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 disebutkan bahwa salah satu kendala dalam pemerataan pendidikan di Indonesia adalah cakupan geografis yang luas. Hal ini memerlukan modernisasi pada sistim dan jaringan informasi menggunakan ICT yang memadai. Luasnya wilayah kedaulatan Republik Indonesia dan luasnya sebaran penduduknya dapat dipersatukan dengan jaringan – jaringan teknologi informasi. Hal ini merupakan salah satu faktor yang mengharuskan pengembangan ICT dalam dunia pendidikan di Indonesia. Agar kualitas sumber daya manusia Indonesia yang merupakan produk dari pendidikan itu semakin baik dan dapat bersaing dalam dunia yang berbasiskan teknologi. Oleh sebab itu Depertemen Pendidikan Nasional melalui PUSTEKKOM melakukan pengembangan terus menerus terhadap ICT untuk dunia pendidikan di Negara kita ini.
            Di samping itu, disiplin berbahasa nasional juga menunjukkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setiap warga negara Indonesia mesti bangga mempunyai bahasa Indonesia dan lalu menggunakannya dengan baik dan benar. Rasa kebanggaan ini pulalah yang dapat menimbulkan rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air yang mendalam. Setiap warga negara yang baik mesti malu apabila tidak dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Sikap pemakai bahasa Indonesia demikian ini merupakan sikap yang positif, baik, dan terpuji. Sebaliknya, apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, tidak baik, dan tidak terpuji, akan berdampak pada pemakaian bahasa Indonesia yang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lain yang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
            Mereka tidak lagi memperdulikan pembinaan bahasa Indonesia. Padahal, pemakai bahasa Indonesia mengenal ungkapan “Bahasa menunjukkan bangsa”, yang membawa pengertian bahwa bahasa yang digunakan akan menunjukkan jalan pikiran si pemakai bahasa itu. Apabila pemakai bahasa kurang berdisiplin dalam berbahasa, berarti pemakai bahasa itu pun kurang berdisiplin dalam berpikir. Akibat lebih lanjut bisa diduga bahwa sikap pemakai bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari pun akan kurang berdisiplin. Padahal, kedisiplinan itu sangat diperlukan pada era globalisasi ini. Lebih jauh, apabila bangsa Indonesia tidak berdisiplin dalam segala segi kehidupan akan mengakibatkan kekacauan cara berpikir dan tata kehidupan bangsa Indonesia. Apabila hal ini terjadi, kemajuan bangsa Indonesia pasti terhambat dan akan kalah bersaing dengan bangsa lain.
            Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Untuk itu, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dengan baik dan penuh perhitungan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Jati diri bahasa Indonesia memperlihatkan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang sederhana, Tatabahasanya mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari, dan tidak rumit. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bangsa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia. Setiap bangsa asing yang mempelajari bahasa Indonesia dapat menguasai dalam waktu yang cukup singkat. Namun, kesederhaan dan ketidakrumitan tersebut tidak mengurangi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia dalam pergaulan dan dunia kehidupan bangsa Indonesia di tengah-tengah pergaulan antarbangsa. Bahasa Indonesia telah membuktikan diri dapat dipergunakan untuk menyampaikan pikiran-pikiran yang rumit dalam ilmu pengetahuan dengan jernih, jelas, teratur, dan tepat. Bahasa Indonesia menjadi ciri budaya bangsa Indonesia yang dapat diandalkan di tengah-tengah pergaulan antarbangsa pada era globalisasi ini. Bahkan, bahasa Indonesia pun saat ini menjadi bahan pembelajaran di negara-negara asing seperti Australia, Belanda, Jepanh, Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Korea Selatan.
            Tanggung jawab terhadap perkembangan bahasa Indonesia bukan hanya dipundak guru bahasa Indonesia khususnya dalam pembelajaran, namun terletak di tangan pemakai bahasa Indonesia sendiri. Baik buruknya, maju mundurnya, dan tertatur kacaunya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus bersama-sama berperan serta dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia itu ke arah yang positif. Maju bahasa, majulah bangsa. Kacau bahasa, kacaulah pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh setiap warga negara Indonesia sehingga rasa tanggung jawab terhadap pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai bahasa Indonesia.


  1. PERKEMBANGAN ICT DAN PROBLEMATIKA YANG DIHADAPI GURU BAHASA INDONESIA DALAM PEMBELAJARAN
            Penggunaan teknologi untuk memperbaiki pendidikan masih dapat dipertimbangkan. Beberapa keuntungan dari penggunaan teknologi informasi untuk sistim pembelajaran di luar kelas adalah: a) penambahan akses untuk belajar, b) penambahan sumber informasi yang lebih baik, c) penambahan ketersediaan media alternatif untuk mengakomodasi strategi pembelajaran yang beraneka ragam, d) motivasi belajar menjadi semakin tinggi, dan, model pembelajaran individu maupun kelompok menjadi lebih potensial (Niemi and Gooler, 1987). Pendapat lain menyebutkan keuntungan potensial penggunaan ICT dalam proses pembelajaran (Massy and Zemsky, 1995) adalah: a) penyediaan akses ketersediaan informasi tanpa batas lewat Internet dan onlinedatabase, b) membuka batasan waktu dan ruang untuk aktifitas pembelajaran, c) menjadikan guru bahasa Indonesia sebagai orang terbaik bagi siswa lewat sistem pengajaran berbasis multimedia, d) menyediakan sistem pembelajaran mandiri, menyikapi kepekaan dalam perbedaan cara pembelajaran, dan menyediakan monitoring kemajuan dalam proses pembelajaran secara berkelanjutan, e) membuat penyelenggara edukasi menjadi lebih outcomeoriented, dengan menambah kemampuan institusi dalam bereksperimen dan berinovasi, f) menambah produktifitas pengetahuan, dan g) memberikan siswa untuk dapat mengontrol proses dan keuntungan dalam belajar dengan secara aktif dan mandiri serta mempunyai tanggung jawab secara personal. Penggunaan teknologi yang membuat edukasi menjadi lebih baik tidak akan terwujud tanpa adanya perubahan paradigma dalam edukasi itu sendiri.
            Terkait dengan paradigma pendidikan ternyata di Indonesia masih kebingungan untuk memilih paradigma mana yang paling pas dalam menyelesaikan masalah pembelajaran berbasis ICT. Program dulu baru anggarannya, atau anggarannya dulu baru programnya. Kebingunan ini mungkin karena trauma lama, yakni adanya program yang bagus ternyata tidak didukung oleh adanya anggaran yang tersedia. Atau trauma lama tentang ketersediaan anggaran untuk suatu program ternyata dilatarbelakangi oleh kepentingan dari pihak-pihak nonkependidikan yang memiliki motif-motif untuk mencari keuntungan. Contoh tentang hal ini terlalu banyak untuk disebutkan satu persatu. Program pengadaan alat peraga, pengadaan buku pelajaran satu siswa satu buku, bahkan soal sepatu bagi siswa saja kemudian dengan mudahnya disediakan dananya. Tetapi, anggaran yang tersedia itu tenyata tidak dilengkapi dengan konsep dan perencanaan yang matang. Atau konsep yang ada itu dengan mudahnya tidak dilaksanakan secara konsekuen. Ketentuan judul buku pelajaran harus digunakan di sekolah minimal selama lima tahun pelajaran, sebagai contoh, dengan mudahnya dipungkiri oleh sekolah, karena berbagai alasan seperti adanya perubahan kurikulum. Di Malaysia, penggunaan buku pelajaran menggunakan konsep sepuluh tahunan. Buku pelajaran yang digunakan di sekolah Malaysia digunakan selama sepuluh tahun. Buku pelajaran baru dapat diganti atau direvisi setelah melalui mekanisme sepuluh tahunan itu. Jika memang IT dan Internet memiliki banyak manfaat, tentunya ingin kita gunakan secepatnya. Namun ada beberapa kendala di Indonesia yang menyebabkan IT dan Internet belum dapat digunakan seoptimal mungkin. Kesiapan pemerintah Indonesia masih patut dipertanyakan dalam hal ini.
            Salah satu penyebab utama adalah kurangnya ketersediaan sumber daya manusia, proses transformasi teknologi, infrastruktur telekomunikasi dan perangkat hukumnya yang mengaturnya. apakah infrastruktur hukum yang melandasi operasional pendidikan di Indonesia cukup memadai untuk menampung perkembangan baru berupa penerapan IT untuk pendidikan ini. Sebab perlu diketahui bahwa Cyber Law belum diterapkan pada dunia Hukum di Indonesia.
            Selain itu, masih terdapat kekurangan pada hal pengadaan infrastruktur teknologi telekomunikasi, multimedia dan informasi yang merupakan prasyarat terselenggaranya IT untuk pendidikan sementara penetrasi komputer (PC) di Indonesia masih rendah. Biaya penggunaan jasa telekomunikasi juga masih mahal bahkan jaringan telepon masih belum tersedia di berbagai tempat di Indonesia.. Untuk itu perlu dipikirkan akses ke Internet tanpa melalui komputer pribadi di rumah. Sementara itu tempat akses Internet dapat diperlebar jangkauannya melalui fasilitas di kampus, sekolahan, dan bahkan melalui warung Internet. Hal ini tentunya dihadapkan kembali kepada pihak pemerintah maupun pihak swasta; walaupun pada akhirnya terpulang juga kepada pemerintah. Sebab pemerintahlah yang dapat menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif bagi investasi swasta di bidang pendidikan. Sehingga guru-guru di Indonesia memiliki kesempatan dalam memanfaatkan ICT. Harapan kita bersama hal ini dapat diatasi sejalan dengan perkembangan telekomunikasi yang semakin canggih dan semakin murah.
            Kendala lain yang dihadapi guru bahasa Indonesia khususnya di lapangan ketika membuat persiapan pembelajaran adalah terbatasnya buku sumber materi pembelajaran. Keberadaan perpustakaan di sekolah pun tidak dapat menjawab permasalahan kurangnya sumber belajar. Keterbatasan anggaran yang ada di sekolah semakin melengkapi alasan kurangnya ketesediaan sumber bahan ajar.
            Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat dewasa ini telah memberikan alternatif pemecahan masalah bagi guru dalam mengatasi kesulitan sumber bahan ajar. Internet menyediakan solusi bagi guru dalam membuat persiapan pembelajaran yang berbasis ICT. Guru tinggal mengakses dan berselancar di internet untuk mencari dan menemukan materi yang dibutuhkan sebagai bahan ajar di kelas.
            Interconnected Network atau lebih populer dengan sebutan internet adalah sebuah sistem komunikasi global yang menghubungkan komputer-komputer dan jaringan-jaringan komputer di seluruh dunia. Internet dapat memberikan informasi yang mendidik, positif dan bermanfaat bagi manusia, namun juga dapat dijadikan lahan kejelekan dan kemaksiatan. Hanya etika, mental dan keimanan masing-masing lah yang menentukan batas-batasnya.
            Dengan adanya internet sejatinya persoalan kurangnya sumber bahan ajar tidak menjadi persoalan lagi bagi guru, karena internet sendiri adalah lautan informasi di belantara dunia maya. Apapun dapat diakses oleh guru asalkan tahu caranya. Internet adalah pintu gerbang informasi yang terbuka sehingga siapapun dapat mengakses, termasuk siswa. Saat ini, sulit sekali ditemukan siswa yang tidak mengenal dan akrab dengan internet terutama mereka yang tinggal di daerah perkotaan.
            Internet telah merubah pola-pola komunikasi, pola sosial dan tatanan nilai yang selama ini telah mapan di masyarakat, bahkan secara ekstrim telah menafikan batas-batas teritorial antar negara. Informasi bukan lagi milik mereka yang pintar, melainkan milik mereka yang memiliki akses ke media informasi. Jika selama ini guru dipandang sebagai pigur yang serba tahu dan pemegang otoritas tunggal di kelas, maka seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, anggapan tersebut dapat dikoreksi, apalagi jika guru tersebut buta internet. Di jaman sekarang, seorang siswa sah-sah saja lebih pintar dari gurunya karena siswa tersebut sering mengakses internet dan membaca buku ketimbang gurunya.
            Namun demikian, saat ini kesadaran akan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi bagi kepentingan dunia pendidikan sudah merasuki semua stockholder pendidikan. Ketika guru mengajar di kelas multimedia, maka disamping menggunakan aplikasi powerpoint sebagai software presentasi, maka guru dapat memasukkan bahan ajar yang berbasis ICT ke dalam presentasi tersebut. Powerpoint dalam kaitannya dengan bahan ajar yang berbasis ICT tidak lebih hanya sebagai media yang menampilkan bahan ajar tersebut supaya lebih menarik. Sementara bahan ajar itu sendiri bersumber dari internet atau pun dibuat sendiri oleh guru dengan menggunakan software tertentu. Selain itu, pemanfaatan ICT untuk pembelajaran oleh guru masih banyak yang belum bisa menguasai bahkan belum mengenalnya, ini masih terlihat banyak sekali yang perlu dikoreksi dan diperbaiki, salah satunya pada salah satu seminar ada pembicara menanyakan, Apakah sudah memiliki Blog pribadi di Internet, Jawaban dari peserta seminar yang menjawab sudah memiliki Blog hanya 10 orang dari total peserta yang hadir yaitu 600 orang sungguh hal yang jika mengingat fungsi blog bisa digunakan untuk media pembelajaran yang sangat baik tapi nyatanya banyak yang tidak bisa atau belum punya blog tersebut..
            Pendidikan berbasis ICT memang memerlukan anggaran yang amat besar. Tetapi, untuk melaksanakan program penggunaan ICT tersebut, apa yang harus dilakukan pemerintah adalah menyusun naskah akedemis atau pun semacam blue book yang akan digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk pelaksanaan program tersebut. Katakanlah bahwa anggaran untuk pelaksanaan program ICT tersebut memang sudah disiapkan sepenuhnya oleh pemerintah.

C.     Solusi yang bisa ditawarkan dalam mengatasi problematika bahasa dan sastra Indonesia serta perkembangan ICT di zaman global
            Untuk membekali terjadinya pergeseran orientasi pendidikan di era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang unggul, diperlukan strategi pengembangan pendidikan, antara lain:
a.             Mengedepankan model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang berdasarkan pada need assessment dan karakteristik masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pendidikan merupakan tuntutan yang harus dipenuhi
b.            Peran pemerintah bukan sebagai penggerak, penentu dan penguasa dalam pendidikan, namun pemerintah hendaknya berperan sebagai katalisator, fasilitator dan pemberdaya masyarakat
c.             Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders, kebutuhan pasar dan tuntutan teman saing
d.            Pemanfaatan sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai potensi sumber daya (belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan, perusahaan/industri, dan lembaga lain yang sangat peduli pada pendidikan
e.             Memperkuat kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan berbagai pihak, baik dari instansi pemerintah mapun non pemerintah, bahkan baik dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri
f.             Menciptakan soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang gemar belajar, sebagai masyarakat belajar seumur hidup
g.            Pemanfaatan teknologi informasi, yaitu: lembaga-lembaga pendidikan baik jalur pendidikan formal, informal maupun jalur non formal dapat memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi dalam mengembangkan potensi diri dan lingkungannya (misal; penggunaan internet, multi media pembelajaran, sistem informasi terpadu, dsb)


BAB III
PENUTUP
            Pendidikan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. ICT bukan lagi mejadi bahan asing dalam dunia pendidikan tetapi sudah menjadi penting dan sangat mendukung dalam dunia pendidikan. Salah satu bukti pentingnya ICT adalah untuk pemerataan pendidikan dengan kondisi geografis Indonesia yang luas sangat diperlukan ICT. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat telah merambah berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk menyentuh dunia pendidikan. Karena itu, sekolah dan guru tidak dapat mengelak dari trend ini hanya karena persoalan anggaran atau pun persoalan keterbatasan akses dan wawasan
            Guru atau Dosen sejatinya memberi contoh kepada para pelajarnya bahwa teknologi merupakan suatu keniscayaan yang sedang dihadapi, sehingga penguasaan teknologi adalah sesuatu yang harus direbut oleh pelajar. Pemanfaatan teknologi infomasi dan komunikasi dalam kegiatan pembelajaran perlu diusahakan oleh guru sesuai dengan kemampuan masing-masing sekolah dan guru bersangkutan. Pelatihan internet dan aplikasi tertentu seperti microsoft Office khususnya powerpoint atau aplikasi membuat animasi penting dilakukan untuk para guru di setiap sekolah agar para guru mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis ICT. Pelatihan tersebut baiknya diadakan di setiap sekolah dengan melibatkan seluruh guru mata pelajaran sehingga akan ada pemerataan pemahaman tentang materi pelatihan yang diberikan
            Bahwa terdapat tantangan-tantangan seperti keterbatasan anggaran untuk melengkapi infrastruktur yang mendukung pada penguasaan teknologi informasi dan komunikasi ini adalah fakta, namun satu hal yang perlu dilakukan adalah membuat satu langkah awal yang mengarah pada penguasaan teknologi baik oleh guru maupun oleh siswa. Satu langkah awal selalu diikuti oleh langkah berikutnya dan terkadang oleh suatu lompatan besar. Karena itu, sekolah dan guru harus memprioritaskan penguasaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam program prioritas. Seluruh sumber daya yang ada secara sinergis diarahkan pada pencapaian program ini sehingga diharapkan sebagaimana target pemerintah bahwa tahun 2009, 75% sekolah menengah telah memiliki akses internet dan menerapkan ICT dalam kegiatan pembelajaran di sekolah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar